Sidrap — Malam yang tenang di Desa Bulo, Kecamatan Panca Rijang, Kamis, 31 Oktober 2024. Bertempat di kolong rumah milik seorang tokoh masyarakat di desa itu tampak ramai. Penuh sesak.
Hampir tak ada celah. Warga berbondong-bondong ingin melihat langsung calon Bupati dan Wakil Bupati Sidrap nomor urut 3—H. Mashur dan H. Nasiyanto. Duo HAMAS NA.
Lampu penerang mulai menyala, berpendar di antara wajah-wajah penasaran. H. Mashur berdiri, menyambut senyum warga. Ia memulai dengan perkenalan sederhana, tapi penuh kharisma. Suaranya rendah, dalam, bergetar menyentuh.
“Terima kasih atas sambutannya. Kami datang bukan untuk janji muluk, tapi untuk niat tulus membangun Sidrap,”.
Ia menyebut satu-satu programnya. Singkat, tapi langsung kena di hati.
“Program Macca,” ujarnya sambil melirik ke beberapa anak muda di barisan depan. “Anak-anak kita harus pintar. Sekolah rusak? Kami renovasi. Bagi yang berprestasi, beasiswa. Dan teknologi harus ada di setiap kelas.” Wajah-wajah di bawah kolong rumah itu mengangguk. Setuju.
“Mario,” lanjutnya. Di barisan belakang, petani-petani tua mulai serius. “Harga gabah akan stabil. Kami jamin itu. Tidak ada lagi petani yang tercekik harga pupuk mahal. Dan, irigasi lancar hingga ke tadah hujan.”
“Pertanian, perkebunan, hingga ternak kita akan tembus pasar luar,” tambah H. Nasiyanto, yang berdiri di sisi Mashur. Pendek, tapi jelas. Ini soal hidup mereka.
H. Mashur juga bicara soal kesehatan—“Madising,” begitu ia menyebutnya. Puskesmas lebih baik, dokter lebih banyak, layanan kesehatan lebih cepat. “Kami ingin ada rumah sakit regional. Dekat, terjangkau, dan lengkap.” Warga saling pandang, membayangkan akses yang mereka rindukan.
Lalu “Madeceng.” Ini soal jalan dan jembatan, pasar, dan tempat olahraga. “Sidrap harus menyala, terang benderang,” katanya. Anak-anak yang berlari-lari di sudut kolong rumah mendekat, mendengarkan.
Hingga pada “Mabbarakka,” ia berbicara dengan nada hangat. Tentang penghargaan bagi imam desa, umrah gratis, ambulance masjid, hingga insentif khusus. “Penghormatan untuk yang berjuang di jalan Allah,” ujarnya lirih. Sorak warga pecah, “Amin,” ucap seorang di pojok, keras.
Di tengah denting piring dan gelas, H. Mashur menyampaikan harapannya, “Kami tidak bisa bergerak sendiri. Butuh dukungan, butuh doa. Mari, pada 27 November nanti, kita sama-sama menentukan arah Sidrap.”
Suasana hening sejenak. Di kolong rumah itu, bukan hanya kata-kata yang tertinggal. Ada harapan, menyelinap di antara warga. Sebuah malam di Bulo yang takkan cepat terlupakan.(*)